Hari minggu kemarin galau, bolak balik sekitaran gedung sate dan pusdai, sambil mikirin satu hal, makan di mana. Setelah dua kali putaran akhirnya di putuskan untuk makan di sebuah resto yang mengklaim dirinya sebagai anggota 7 keajaiban kuliner di Indonesia. Bukan Borobudur lah, itu mah 7 keajaiban dunia, masih 7 kan? Atau udah nambah? Ah, dua anak cukup lah ya, jangan nambah nambah, bikin repot BKKBN aja #eh.
Tadi sampe mana ya, oh iya tempat makan yang ajaib, namanya Alas Daun. Hampir aja nulis Alas Demang, secara itu tempat makan favorit saya jaman dulu huehue.
Resto Alas Daun yang lebih baik di singkat jadi AD, bukan AL atau AU da itu mah ABRI, adalah sebuah resto dengan ciri khas makan beralaskan daun pisang, di atas meja tentunya. Terletak manis di Jl. Citarum tetanggaan dengan kantor dinas kesehatan, Basmal Mandeep dan Warung Dangdut.
Begitu memasuki pintunya saya langsung di sambut oleh pagar ayu alias penerima tamu yang dengan sigap langsung menunjukkan meja yang tersedia. Saat itu meja yang kosong hanya tinggal dua, selebihnya sudah terisi dan di reservasi.
Setelah meja aman, meluncurlah saya ke bagian pemesanan. Sebuah meja panjang yang diatasnya terdapat beragam model makanan yang telah menanti. Seorang pelayan wanita telah siap menyandang kertas dan pulpen untuk mencatat pesanan. Semua makanan di kenai sanksi eh harga termasuk sambal dan lalapnya. Sambal yang terdiri dari sambal seafood, sambal hijau dan sambal dadak itu di kenai harga 2000 sampai 5000 rupiah per mangkuk kecil berdiameter kurleb 2 cm an. Setelah pesan ini itu, dan membawa beberapa makanan prasmanan, saya pun duduk manis menunggu pesanan yang harus di proses dulu. Selama menunggu makanan di antar ke meja, ada beberapa pelayan yang hilir mudik menawarkan beberapa jenis makanan kecil seperti otak otak, colenak dan pisang goreng.
Oh iya, untuk minuman, order dilakukan di meja dengan mengandalkan daftar menu yang berdiri bak tanggalan meja.
Nah, setelah pesanan lauk datang, muncul lah si mas pembawa daun pisang yang langsung mengalasi meja dengan daun yang di bawanya. Lalu di lanjutkan dengan kedatangan mas mas pembawa boboko nasi yang menumplek kan nasi segundukan kecil di depan korbannya eh korban perut lapar maksudnya.
Kegiatan selanjutnya adalah melahap makanan di depan mata, ayam kecap bakar, tempe bacem yang menurut saya kekerasan, tahu, perkedel jagung, mendoan yang terlalu tebal, oseng bunga pepaya yang rasanya lumayan, lalaban berupa selada bokor dan timun yang di cocol ke sambal dadak yang pedes nya gak sopan. Sementara sambal seafood dan sambal hijau hanya bertindak sebagai hiasan. Untuk minuman, saya pilih es sagala aya yang berupa campuran buah buahan, cingcau dan kelapa muda di banjur dengan sirup tjampolay pisang susu, manis segar.
Secara keseluruhan AD ini lumayan memuaskan lah ya, baik pelayanan, tempat, dan makanannya. Tapi tetep aja ada yang nyeletuk, sambalnya masih enakan sambal bu Tatang, hasyaaaaah, yaeyalaaah
Tadi sampe mana ya, oh iya tempat makan yang ajaib, namanya Alas Daun. Hampir aja nulis Alas Demang, secara itu tempat makan favorit saya jaman dulu huehue.
Resto Alas Daun yang lebih baik di singkat jadi AD, bukan AL atau AU da itu mah ABRI, adalah sebuah resto dengan ciri khas makan beralaskan daun pisang, di atas meja tentunya. Terletak manis di Jl. Citarum tetanggaan dengan kantor dinas kesehatan, Basmal Mandeep dan Warung Dangdut.
Begitu memasuki pintunya saya langsung di sambut oleh pagar ayu alias penerima tamu yang dengan sigap langsung menunjukkan meja yang tersedia. Saat itu meja yang kosong hanya tinggal dua, selebihnya sudah terisi dan di reservasi.
Setelah meja aman, meluncurlah saya ke bagian pemesanan. Sebuah meja panjang yang diatasnya terdapat beragam model makanan yang telah menanti. Seorang pelayan wanita telah siap menyandang kertas dan pulpen untuk mencatat pesanan. Semua makanan di kenai sanksi eh harga termasuk sambal dan lalapnya. Sambal yang terdiri dari sambal seafood, sambal hijau dan sambal dadak itu di kenai harga 2000 sampai 5000 rupiah per mangkuk kecil berdiameter kurleb 2 cm an. Setelah pesan ini itu, dan membawa beberapa makanan prasmanan, saya pun duduk manis menunggu pesanan yang harus di proses dulu. Selama menunggu makanan di antar ke meja, ada beberapa pelayan yang hilir mudik menawarkan beberapa jenis makanan kecil seperti otak otak, colenak dan pisang goreng.
Oh iya, untuk minuman, order dilakukan di meja dengan mengandalkan daftar menu yang berdiri bak tanggalan meja.
Nah, setelah pesanan lauk datang, muncul lah si mas pembawa daun pisang yang langsung mengalasi meja dengan daun yang di bawanya. Lalu di lanjutkan dengan kedatangan mas mas pembawa boboko nasi yang menumplek kan nasi segundukan kecil di depan korbannya eh korban perut lapar maksudnya.
Kegiatan selanjutnya adalah melahap makanan di depan mata, ayam kecap bakar, tempe bacem yang menurut saya kekerasan, tahu, perkedel jagung, mendoan yang terlalu tebal, oseng bunga pepaya yang rasanya lumayan, lalaban berupa selada bokor dan timun yang di cocol ke sambal dadak yang pedes nya gak sopan. Sementara sambal seafood dan sambal hijau hanya bertindak sebagai hiasan. Untuk minuman, saya pilih es sagala aya yang berupa campuran buah buahan, cingcau dan kelapa muda di banjur dengan sirup tjampolay pisang susu, manis segar.
Secara keseluruhan AD ini lumayan memuaskan lah ya, baik pelayanan, tempat, dan makanannya. Tapi tetep aja ada yang nyeletuk, sambalnya masih enakan sambal bu Tatang, hasyaaaaah, yaeyalaaah
posted from Bloggeroid
0 comments:
Post a Comment